Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH)
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai ibadah penyempurna, haji sangat didambakan oleh umat Islam. Minat umat Islam Indonesia untuk melaksanakan rukun Islam kelima inipun kian tahun kian meningkat. Antrean peberangkatanpun semakin panjang dan lama. Sumatera Utara saja misalnya, mendapat kuota 8000 jamaah tiap tahunnya, per Mei 2013 kuotanya sudah habis sampai tahun 2020 mendatang ( tabloid LABBAIK, Mei 2013:8).
Permasalahan pelayanan ibadah haji selalu ada, di tingkat pusat atau daerah. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) sebagai mitra pemerintah dalam memberikan bimbingan manasik haji kepada masyarakatpun tak luput dari kendala. Kebijakan haji yang berubah-ubah, latar belakang calon haji yang variatif, pembangunan kota Mekah dan Madinah yang sangat pesat, kerumitan pelaksanaan ibadah haji yang tak kunjung usai membuat permasalahan pelayanan dan bimbingan haji menjadi semakin kompleks.
Mayoritas pengelola KBIH berbasis pesantren, yang umumnya memiliki keterbatasan sisi manajemen. Sumber daya manusia dipesantren tidak banyak mengenyam pendidikan tentang tata kolela yang baik, biasanya dikelola ala kadarnya.
Permasalahan yang timbul dari kepercayaan masyarakat kepada pesantren untuk membina haji menuntut perubahan dalam manajemen pesantren khususnya tata kolela KBIH. Kendala yang dialami biasanya dalam masalah pendataan jamaah, pengelompokan jamaah berdasarkan tahun pemberangkatan, data keuangan, penyusunan kurikulum dan silabus, pembukuan dokumen jamaah, dll.
Pemerintah telah berupaya membantu KBIH untuk menuntaskan masalah ini. Setiap tahun Kemenag Sumatera Utara mengadakan pelatihan administrasi dan pelayanan terhadap pengurus KBIH, Kementerian Agamapun belum lama ini telah melakukan akreditasi terhadap KBIH. Upaya pemerintah tersebut sedikit banyak berpengaruh positif dalam peningkatan pelayanan KBIH, namun tetap saja peningkatan pelayanan belum terwujud sebagaimana yang diharapkan.
Dibutuhkan cara yang efisien untuk meminimalkan kekurangan ini, penggunaan media yang tepat guna kiranya dapat membantu, sehingga pelayanan prima yang diidamkan dapat terealisasikan.
B. Pengertian KBIH
KBIH adalah lembaga sosial keagamaan Islam yang menyelenggarakan bimbingan ibadah haji ( KMA no. 396/2003). KBIH sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakatan Islam, merupakan organisasi underbow dari satu organisasi induk yang berbadan hukum dan mempunyai program kerja membimbing dan membina calon jamaah haji (Kep. Dirjen no. 348/2003 tentang petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dan Umrah pasal 13,17,19,20 dan 24).
Berdasarkan ketentuan tersebut KBIH tidak dapat berdiri sendiri sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan Islam dengan hanya melakukan pembinaan manasik haji.
C. Dasar Hukum KBIH
KBIH dalam memberikan layanan bimbingan kepada calon haji dilindungi oleh UU no. 13 tahun 2008 bab VII pasal 30 poin pertama yang berbunyi:
“Dalam rangka pembinaan ibadah haji, masyarakt dapat memberikan bimbingan ibadah haji baik dilakukan secara perseorangan maupun dengan membentuk kelompok bimbingan.”
Untuk mendapatkan izin operasional, KBIH harus mengajukan permohonan kepada kepala kantor wilayah kementerian agama provinsi setempat setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum yayasan;
b. Memiliki kantor yang tetap;
c. Melampirkan susunan pengurus dan mempunyai program operasional;
d. Melampirkan rekomendasi dari Kantor Kementerian Agama kabupaten/ kota setempat;
e. Memiliki pembimbing ibadah haji (Kemenag RI, 2005:5).
Setelah permohonan diterima oleh Kakanwil Kemenag provinsi setempat, dilakukan pemeriksaan dan penilaian kelayakan oleh petugas yang ditunjuk. Setelah memenuhi syarat maka perizinan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Izin operasional berlaku selama tiga tahun, selanjutnya dapat diperpanjang apabila hasil akreditasi minimal nilai “C” (sedang) (Kemenag RI, 2005:5).
Setelah permohonan diterima oleh Kakanwil Kemenag provinsi setempat, dilakukan pemeriksaan dan penilaian kelayakan oleh petugas yang ditunjuk. Setelah memenuhi syarat maka perizinan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Izin operasional berlaku selama tiga tahun, selanjutnya dapat diperpanjang apabila hasil akreditasi minimal nilai “C” (sedang) (Kemenag RI, 2005:5).
3. Tugas Pokok dan kewajiban KBIH
KBIH Sebagai mitra pemerntah dalam melaksanakan pembinaan haji memiliki tugas pokok meliputi:
a. Menyelenggarakan/ melaksanankan bimbingan haji di tanah air;
b. Menyelenggarakan/ melaksanakan bimbingan lapangan di Arab Saudi;
c. Melaksanakan pelayanan konsultasi, informasi dan penyelesaian kasus-kasus ibadah bagi jamaahnya di tanah air dan Arab Saudi;
d. Menumbuhkembangkan rasa percaya diri dalam penguasaan manasik, keabsahan dan kesempurnaan ibadah bagi jamaah yang dibimbingnya;
e. Memberikan pelayanan yang bersifat pengarahan, penyuluhan dan himbauan untuk menghindari hal-hal yang dilarang dalam ibadah haji (Depag RI: 2003:6).
Selain tugas pokok yang berkaitan dengan calon jamaah haji di atas, KBIH memiliki kewajiban terhadap pemerintah meliputi:
a. Menaati peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan peyelenggaraan ibadah haji;
b. Membantu kelancaran bimbingan ibadah haji dengan petugas terkait;
c. Menandatangani surat perjanjian dengan jamaah yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak;
d. Menyampaikan daftar calon jemaah haji yang dibimbing kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama;
e. Melaporkan kegiatan bimbingan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian agama (Kartono 2013:9).
D. Pelayanan KBIH
Telah disampaikan pada uraian di atas bahwa KBIH bertugas memberikan bimbingan kepada calon jamaah haji baik di tanah air atau di Arab Saudi. Meski merupakan organisasi nirlaba KBIH dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap jamaahnya sebagai wujud menjaga kepercayaan mereka. Sehingga, asas pelayanan prima harus diperhatikan dalam setiap program bimbingan yang diberikan KBIH.
Pelayanan KBIH dapat dikelompokan kepada tiga macam: pelayanan administrasi, pelayanan bimbingan di tanah air, dan pelayanan bimbingan di Arab Saudi.
E. Pelayanan Administrasi
Syarat pendirian KBIH antara lain adalah memiliki kantor yang tetap (Kemenag RI, 2005:5). Sebagaimana tertera dalam juknis pengorganisasian KBIH yang diterbitkan tahun 2005, standar minimal sarana perkantoran yang harus dimiliki oleh KBIH meliputi:
a. Kantor khusus kesekretariatan;
b. Meja dan kursi pengurus;
c. Meja dan kursi penerimaan tamu;
d. Tata buku pelayanan meliputi:
1) Buku tamu;
2) Pendaftaran anggota;
3) Buku Keuangan;
4) Buku bimbingan;
e. Papan informasi
f. Papan nama KBIH
g. Komputer (Kemenag RI, 2005:6).
Selain sarana KBIH juga idealnya memiliki SDM yang memadai. Ketenagaan KBIH dalam perihal administrasi paling tidak terdiri dari:
a. Pimpinan (ketua, sekretaris, dan bendahara)
b. Staf sesuai dengan bidang yang dibutuhkan minimal:
1) bidang tata usaha;
2) bidang informasi;
3) bidang pengajaran dan pembimbingan;
4) bidang perlengkapan/ sarana prasarana (Kemenag RI, 2005:6).
Kenyataan di lapangan masih ada KBIH yang kantor kesekretriatannya masih menyatu dengan ruang lain, bahkan menyatu dengan rumah ketua KBIH. Tenaga yang minimpun menjadi kendala terwujudnya pelayanan prima dalam pelayanan administrasi ini, masih banyak pengurus KBIH yang rangkap jabatan. Kendala ini tentu menghambat pelayanan.
Pembukuan keuangan yang masih manual dan berbagai kekurangan lainnya menyebabkan pelayanan administrasi tidak terkelola dengan baik bahkan berkesan ala kadarnya. Kebutuhan utama jamaah atau konsumen memang dalam segi pembinaan namun alangkah lebih baik bila kualitas pelayanan administrasi juga ditingkatkan.
F. Pelayanan Bimbingan di Tanah Air
Keberhasilan pembinaan calon haji di tanah air merupakan faktor utama tergapainya haji mabrur. Pembinaan calon haji diharapkan agar calon haji dapat menjalankan kewajiban hajinya secara mandiri, dengan pengertian tidak berpangku tangan pada pembimbing atau lainnya. Kesuksesan bimbingan tentu perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, berikut ini merupakan standar minimal sarana yang harus dimiliki oleh KBIH dalam bimbingan:
a. Alat bantu pengeras suara;
b. LCD/ Proyektor;
c. Maket mathaf (miniatur Ka’bah, Maqam Ibrahim, Hijr Ismail dan Mas’a);
d. Panel dan poster bimbingan;
e. Naskah-naskah bimbingan;
f. Aula pembelajaran dan atau lapanga praktek (Kemenag RI, 2005:6).
Lebih penting dari sarana dan prasarana yang perlu disiapkan oleh KBIH adalah tenaga pembimbing. Demi terwujudnya tujuan bimbingan tentu saja harus disiapkan pembimbing yang memenuhi kualifikasi umum. Berikut ini merupakan kualifikasi umum pembimbing ibadah haji yang dirumuskan Forum Komunikasi KBIH Indonesia (FK KBIH I):
a. Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai syariah Islam pada umumnya;
b. Menguasai ketentuan-ketentuan haji beserta dalil dan rujukan yang jelas;
c. Dapat berkomunikasi dengan Bahasa Arab dan atau Bahasa Inggris;
d. Mengetahui medan pelaksanaan ibadah haji;
e. Dapat secara aktif berkoordinasi dengan pembimbing lain, petugas kloter dan petugas lainnya (Sulaeman, 2013:10).
Selain kualifikasi umum KBIH juga wajib menyediakan tenaga pembimbing yang memiliki kecakapan khusus sekurang-kurangnya sebagai berikut:
a. Mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar;
b. Mampu menjadi imam shalat;
c. Mempu berkhutbah, berkomunikasi dengan baik secara berjamaah atau individual;
d. Mempu memimpin do’a dan dzikir dengan baik dan benar (Sulaeman, 2013:11).
Pola bimbingan calon haji menggunakan pendekatan andragogi yaitu ilmu pengajaran bagi orang dewasa yang memiliki watak antara lain tidak senang digurui, memiliki banyak pengalaman, memiliki waktu dan memori yang terbatas. Untuk menyusun pembelajaran bagi orang dewasa ada beberapa faktor psikologis yang akan mempengaruhi pencapaian sasaran, yaitu: motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi pembelajaran, konprehensif, repetisi (Kemenag RI 2005:15).
KBIH sebagai salah satu lembaga pendidikan perlu mengadakan revitalisasi program. Yang dapat dilakukan antara lain melalui komponen pendidikan yang terdiri dari: tujuan, kuriulum (materi), proses dan evaluasi (Helmawati, 2013:149).
Sebagai pembimbing ibadah haji KBIH tidak saja dituntut memberikan pemberajaran tentang haji, tapi materi-materi penunjangnyapun harus diperhatikan. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama telah menetapkan materi pembelajaran minimal yang harus disampaikan (Kemenag RI, 2005:17). Materi ini meliputi: panduan perjalanan haji, manasik haji, ziarah, hikmah manasik dan ziarah, adat istiadat di Arab Saudi, praktek lapangan, kesehatan, dan tatakrama berbusana.
G. Pelayanan Bimbingan di Arab Saudi
Bimbingan dan pendampingan haji di Arab Saudi merupakan kegiatan inti KBIH, meski calon haji telah dibina di tanah air, bimbingan lapangan di tanah suci tetap diperlukan, karena medan pelaksanaan sangat asing bagi mereka. Dibutuhkan pengalaman yang cukup untuk dapat membimbing haji pada har pelaksanaan ibadah haji, emosi jamaah sering kali memuncak disebabkan tekanan dan kecapaian. Dasar keilmuan yang luaspun amat diperlukan untuk menjawab pelbagai permasalahan ibadah yang dialami jamaah.
Pelayanan bimbingan di Arab Saudi setidaknya meliputi bimbingan ziarah di madinah, bimbingan atau pendampingan umrah, bimbingan haji terutama di Arafah, Muzdalifah dan Mina, pengenalan tempat-tempat bersejarah, dan bimbingan ibadah di dua Masjid Haram. Pembimbing bertugas membantu jamaah agar pelaksanaan ibadah yang mereka kerjakan sesuai dengan ketentuan yang telah dipelajari di tanah air.
Selain itu pembimbing juga dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan ibadah dan berkoordinasi dengan petugas haji lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
Untuk dapat memberikan pelayanan sesuai harapan jamaah sebagaimana pengertian pelayanan prima yang diuraikan pada bab satu, standar pelayanan minimal ini harus terpenuhi. Konsumen, dalam hal ini jamaah tidak akan merasa puas dengan pelayanan KBIH bila standar pelayanan ini masih meraka rasa kurang terutama dalam aspek bimbingan baik di tanah air ataupun di Arab Saudi.
Pelayanan prima bukan sekedar pelayanan yang memeuhi harapan konsumen. Ia beranggapan bahwa pelayanan dianggap sangat baik (excellent) bila melampaui harapan pelanggan, memenuhi kebutuha praktis dan kebutuhan emosional, memiliki ciri khas, dan selalu mengikuti perkembangan kebutuhan pelanggan setap saat secara konsisten dan handal (Mujahid, 2013:1).
Kebutuhan praktis dalam pelayanan KBIH menurutnya meliputi: penyelesaian komplein, informasi biaya bimbingan, kemudahan parkir, kemudahan akses telepon, kenyamanan WC, ketersediaan buku manasik, ketersedian seragam dan atribut. Sedangkan kebutuhan emosional meliputi: perasaan dihargai, dianggap penting, dipahami, kesopan santunan dan keramahan, pujian, kejelasan informasi, ketepatan pengelola KBIH agar jamaah atau konsumennya merasa puas. Kepuasan pelanggan/ jamaah akan membuahkan kesetiaan yang akan berimplikasi kesediaan merekomendasikan KBIH terkai kepada orang lain. Sedangkan ketidakpuasan akan menyebabkan pembelotan pelanggan yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan kepada KBIH.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pelayanan KBIH secara umum belum sempurna. Tatang Astarudin beranggapan bahwa permasalahan umum yang dialami KBIH adalah:
· Belum memetakan secara detil dan mendalam harapan dan kebutuhan jamaah;
· Belum memiliki desain dan standar pelayanan yang tepat;
· Belum memberikan pelayanan berdasar standar pelayanan; dan
· Belum memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan (Astarudin, 2013:4).
Dengan segala kekurangan dan kelemahan KBIH sebagai pembina calon haji, KBIH tetap dipercaya masyarakat untuk memenuhi tugas mulia ini. Guna menjaga kepercayaan masyarakat dan pemerintah KBIH harus melakukan pembenahan agar kualitas pelayanan meningkat sehingga kepercayaan masyarakatpun tetap terpelihara.
H. Peran Sistem Informasi Manajemen Dalam Meningkatkan Pelayanan kepada Jamaah
Informasi digunakan sebagai bahan mengambil keputusan oleh manajer. Keputusan ini mencakup tiga hal yaitu perencanaan, pelaksanaan dan control (Pidarta, 2011:151). Bentuk berita sebelum diolah menjadi informasi itu dapat beraneka ragam, mulai desas desus sampai data, dan kadang berbaur antara satu dengan lainnya. Berita yang lalu lalang itu dapat saja dimanfaatkan oleh manajer untuk kepentingan organisasinya. Tetapi daya gunanya diragukan, sebab berita yang diterima belum tentu cocok dengan kebutuhan, dan berita itu belum tentu benar.
Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas perlu dibuat satu unit kerja dalam organisasi besar atau sub unit kerja dalam organisasi yang kecil yang khusus menangani berita untuk keperluan-keperluan manajer. Dalam pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa KBIH harus memiliki staf yang diantaranya menangani masalah informasi.
Murdick secara terinci mengemukakan bahwa tujuan SIM adalah untuk meningkatkan manajemen yang didasarkan kepada berita-berita sepotong-potong, intuisi, dan pemecahan masalah yang terisolasi kepada manajemen yang didasarkan kepada informasi yang informasi yang telah dioleh secara sempurna dengan alat-alat yang canggih, dan pemecahan masalah secara sistem (Pidarta, 2011:153).
Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa SIM berfungsi menghindarkan manajer menetapkan keputusan yang kurang tepat dari berita yang belum diproses.
Dalam kaitan dengan pelayanan telah dipaparkan bahwa KBIH memiliki beberapa kekurangan. Pembukuan keuangan yang masih manual, menyimpanan data jamaah yang kurang tertata dengan baik dan lain-lain. Dari pemaparan fungsi SIM dapat diambil kesimpulan bahwa peran SIM dalam pelayanan KBIH tercermin dalam tiga aspek:
1. Perencanaan
Peran SIM dalam aspek perencanaan ini menurut Made Pidarta adalah dalam rangka membuat program baru atau memperbaikinya (Pidarta, 2011:151). Seorang ketua KBIH misalkan dari informasi yang diproses mengetahui bahwa jamaah menghendaki praktek simulasi ibadah juga meliputi praktek mabit yang mengharuskan mienginap. Dari informasi ini ketua KBIH dapat saja membuat keputusan untuk merencanakan program pelayanan bimbingan baru berupa praktek mabit. Program ini tentu saja dapat memberikan nilai plus kepada KBIH yang dipimpinnya dan memberikan pelayanan sesuai yang diharapkan oleh jamaahnya.
2. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan program pelayanan telah diuraikan beberapa kendala yang dialami KBIH, sebut saja dalam pendataan jamaah. Dengan antrean keberangkatan haji yang sangat panjang mengharuskan pendataan jamaah tidak lagi dilakukan secara manual. Teknologi informasi dalam hal ini sangat menunjang.
Dalam prakteknya jamaah calon haji yang mendaftar ke KBIH tidak pasti ia akan berangkat tahun ini, banyak juga yang berangkat hajinya tiga tahun ke depan tapi ia telah mendaftar untuk mengikuti bimbingan. Pengelompokan jamaah disesuaikan dengan tahun pemberangkatan merupakan suatu keharusan, agar administrasi perhajian dapat mudah dijalankan.
3. Pengawasan
SIM memegang peranan penting dalam mencapai keberhasilan kontrol dan pengawasan. Sebab SIM menampung data dari semua penjuru organisasi termasuk yang di luar organisasi yang relevan dengan aktivitas-aktivitas organisasi itu (Pidarta, 2011: 168).
Dengan SIM seorang ketua KBIH dapat dengan benar mengawasi program mana yang tidak berjalan, apa yang menjadi kendalanya. Sehingga ia dapat memutuskan cara yang tepat agar program tersebut dapat berjanal dengan baik atau mungkin menghapusnya karena kendala yang sulit untuk dipecahkan.
Peningkatan mutu pelayanan KBIH dapat diawali dengan analisis SWOT, strengths (kekuatan), weaknesse (kelemahan), opportunities (peluang), dan threats (ancaman). Kekuatan KBIH terletak ketulusan dan keikhlasan untuk melayani tamu-tamu Allah didorong motivasi beribadah kuat. Kelemahan yang umum dimiliki oleh KBIH adalah tatakelola yang kurang baik sehingga menghambat pelayanan. Animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji terus meningkat, kepercayaan mereka terhadap KBIHpun sampai saat ini masih terjaga dengan bukti lebih banyak jamaah haji yang mengikuti bimbingan KBIH daripada yang memilih untuk tidak dibimbing, ini merupakan peluang KBIH. Tantangan eksternal KBIH adalah adanya tuntunan penerapan pelayanan prima, dan adanya rencana pemerintah untuk memaksimalkan lembaga-lembaga formal seperti KUA, TPHD, dan TPHI.
Ketulusan niat KBIH untuk melayani tamu-tamu Allah sebagai sebuah kekuatan dapat dijadikan modal utama untuk terus meningatkan kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat ini dapat dijaga dengan usaha memberikan pelayanan yang baik sehingga masyarakat terpuaskan dengan pelayanan KBIH.
Kelemahan KBIH di bidang tata kelola harus terus dibenahi, sistem tata kelola yang ideal perlu diterapkan, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap KBIH senantiasa meningkat. Kualitas sumber daya manusia di KBIH harus terus ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan agar tidak terjadi pembelotan dari para jamaah atau konsumen.
Usaha pemerintah untuk meningkatkan peran lembaga formal tentu merupakan ancaman, namun hal itu tidak akan berpengaruh bila KBIH dengan didorong ketulusan memberikan pelayanan terhadap tamu-tamu Allah senantiasa berbenah diri, meningkatkan kualitas pelayanan di berbagai bidang.
Pembelotan konsumen atau jamaah tidak akan terjadi bila mereka merasa puas dengan pelayan yang diberikan oleh KBIH.
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. KBIH adalah organisasi yang bernaung di bawah yayasan sosial keagamaan Islam yang bergerak dalam bidang pembinaan haji. Keberadaan KBIH telah diakui dalam perundang-undangan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. KBIH memiliki tugas pokok yaitu melaksanakan pembinanan calon jamaah haji di tanah air dan di Arab Saudi. KBIH memiliki kewajiban kepada pemerintah sebagai regulator perhajian untuk melaporkan data jamaah, membuat laporan pelaksanaan pembinaan, dan menaati aturan yang berlaku.
2. Pelayanan KBIH harus memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah dalam bidang administrasi dan bimbingan di tanah air maupun di tanah suci. Secara umum KBIH masih memiliki kekurangan dalam pelayanan khususnya dalam bidang administrasi.
3. Dalam peningkatan pelayanan KBIH SIM berperan sebagai penunjang perencanaan, pendukung berjalannya program pelayanan, dan sebagai media kontrol bagi manajer, dalam hal ini adala ketua KBIH.
B. Saran
Perkembangan zaman menuntut semua pelayanan publik terus ditingkatkan, tidak terkecuali pelayanan KBIH. Penggunaan teknologi informasi sebagai penunjang pelayanan merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan pelayanan terhadap jamaah atau konsumen. Pelayanan prima yang diberikan kepada jamaah akan menimbulkan kesetiaan jamaah dan kesediaannya untuk merekomendasikan KBIH terkait kepada orang lain, dan hal itu akan sangat menunjang kemajuan KBIH. Keikhlasan sebagai motifasi pembinaan idealnya diwujudkan dengan memberikan pelayanan yang maksimal guna mendapatkan pahala yang maksimal pula.
DAFTAR PUSTAKA
Al Bakri, Abu Bakr, 2005, I’anah al Thalibin, jilid 2, Beirut:Dar al Fikr.
Al Ghazali, Muhammad, Ihya Ulum al Din, jilid 1, Al Haramain, tt.
Ayyub, Hasan, 2002, Pedoman Menuju Haji Mabrur, terjemahan Said Agil Husin, Jakarta: Wahana Dinamika Karya.
Departeman Agama RI, 2003, Pedoman Pembinaan KBIH.
Helmawati, 2013, Pendidikan Nasional dan Optimalisasi Majelis Taklim, Jakarta: Rineka Cipta.
Kemenag RI, 2005, Petunjuk Teknis Pengorganisasian KBIH.
Muhaimin, et al, 2011, Manajemen Pendidikan: Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/ Madrasah, Jakarta: Kencana.
Nawawi, Muhammad, 1996, Qut al Habib al Gharib, Beirut: Dar al Fikr.
Pidarta, Made, 2011, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
Sauri, Sofyan, 2013, Pendidikan Karakter dalam Prespektif Islam, Bandung: Rizqi Press.
Tafsir, Ahmad, 2012, Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: Rosdakarya.
Astarudi, Tatang, Dinamika Penyelenggaaraan Ibadah Haji dan Tantangan KBIH, Makalah makalah disampaikan dalam Diklat Administrasi KBIH 5 – 6 Mei, Bogor, 2013.
Kartono, Ahmad, Kebijakan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Dan Pembinaan KBIH, makalah disampaikan dalam Diklat Administrasi KBIH 5 – 6 Mei, Bogor, 2013
Mujahid, Sodik, Pelayanan Prima Mencegah Pembelotan dan Membangun Coyumer Loyality, Makalah makalah disampaikan dalam Diklat Administrasi KBIH 5 – 6 Mei, Bogor, 2013.
Sulaeman, Rahmat, Kode Etik dan Profesionalisme KBIH, Makalah makalah disampaikan dalam Diklat Administrasi KBIH 5 – 6 Mei Bogor, 2013.
Taboid Labbaik, edisi 38/ThIV/Mei 2013, Labbaik Bina Media, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar