INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
MATAKULIAH HADIS
I. TUJUAN:
- KOMPETENSI MATA KULIAH:
Mahasiswa dapat memahami dan menghayati ajaran Nabi
Muhammad SAW. dalam aspek keimanan, pergaulan dan akhlak serta dapat
mempraktekkannya dalam kehidupan praktis.
- INDIKATOR HASIL BELAJAR:
Mahasiswa dapat menguasai teori dan praktek ajaran Nabi Muhammad SAW. dalalm aspek keimanan, pergaulan dan akhlak.
II. TOPIK INTI:
- 1. KEIMANAN
- Hubungan Iman, Islam, Ihsan dan Hari Kiamat (LM: 5)
- Berkurangnya Iman dan Islam karena Maksiat (LM: 36)
- Rasa Malu Sebagian dari Iman (LM: 22)
- IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
- Cinta Sesama Muslim Sebagian dari Iman (AN: 4)
- Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain (AN: 3)
- RealisasiImanDalam Menghadapi Tamu (AN: 47)
- IKHLAS BERAMAL
- Niat/Motivasi Beramal (RS: 1)
- Menjauhi Perbuatan Riya/Syirik Kecil (BM:1512)
- TINGKAH LAKU TERPUJI
- Pentingnya Kejujuran (RS: 623)
- Kejujuran Membawa Kebajikan (LM: 1675)
- orang Yang Jujur Dapat Pertolongan Allah (AN: 19)
- DOSA-DOSA BESAR
- Menyekutukan Tuhan (LM: 55)
- Tujuh Macam Dosa Besar (LM: 56)
- ETOS KERJA
- Pekerjaan Yang Paling Baik (BM: 800)
- Larangan Meminta-Minta (LM: 612, 613, 618)
- Mukmin Yang Kuat Dapat Pujian (AN: 88)
- TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN
- Setiap Muslim Adalah Pemimpin (LM: 1199)
- Pemimpin Adalah Pelayan Masyarakat (LM: 1200)
- Batas Ketaatan Kepada Pemimpin (LM: 1205, 1206)
- LARANGAN KORUPSI DAN KOLUSI
- Larangan Menyuap (BM: 1424)
- Larangan Pejabat Menerima Hadiah (LM: 1202)
- LARANGAN MENIMBUN DAN MEMONOPOLI
- Larangan Terhadap Tengkulak (BM: 827)
- Larangan Menimbun Barang Pokok (BM: 833)
12. TINGKAH LAKU TERCELA
- A. Buruk Sangka (LM: 1660)
- B. Ghibah dan Buhtan (RS: 1520)
- C. Larang Berbuat Boros (Konsumtif) (RS: 340, 1778)
13. PERSAUDARAAAN
- A. Persaudaraan Muslim (LM: 1671)
- B. Memelihara Silaturrahim (LM: 1657)
- C. Larangan Memutuskan Silaturrahim (LM: 1659)
14. TATA PERGAULAN
- A. Larangan Berduaan Tanpa Mahram (BM: 735)
- B. Sopan Santun dan Duduk di Jalan (AN: 29)
- C. Menyebarluaskan Salam (BM: 1559)
15. AJAKAN KEPADA KEBAIKAN
- A. Ajakan Kepada Yang Makruf dan Menjauhi Yang Munkar (RS: xxx)
- B. Keutamaan Mengajak Kepada Kebaikan (AN: 84)
16. KEPEDULIAN SOSIAL
- A. Memperhatikan Kesulitan Orang Lain (BM: 1493)
- B. Meringankan Penderitaan dan Beban Orang Lain (AN: 23)
17. PEDULI LINGKUNGAN
- A. Larangan Menelantarkan Lahan (LM: 993, 994, 1009)
- B. Penanaman Pohon Langkah Terpuji (LM: 1001)
- C. Larangan Kencing di Air Tergenang (BM: 6)
16. PENELITIAN RASULULLAH TERHADAP SYAIR
- A. Syair yang Diperkenankan (LM: 1454)
- B. Syair yang Dilarang (LM: 1455)
III. METODE PEMBELAJARAN:
- Ceramah
- Diskusi
- Tugas
- Dan lain-lain
IV. MEDIA PEMBELAJARAN:
- Ceramah
- Diskusi
- Tugas
- Dan lain-lain
V. SISTEM EVALUASI:
- Pre test
- Post test
VI. REFERENSI:
A. Buku Wajib:
- Muhammad Fuad Abdul Baqi’, Al-Lu’lu’ wal Marjan, Dar al-Fikr, Beirut, tt. (LM);
- Muhammad bin Abdul Aziz al-Khuli, Al-Adab al-Nabawi, Mustafa al-Babi al-Halabi, Mesir, 1960 (AN);
- Ahmadi bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Dar al-Fikr al-Maktabah al-Salafiyah, tt. (BM);
- Al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, Dar al-Kitab al-Azabi, Mesir, 1955 (RS).
- B. Buku Anjuran:
- Muhammad bin Isma’il al-Shan’ani, Subul al-Salam, Syarikat Maktabah wa Matba’ah Mustafa al-Bab al-Halabi wa Auladihi, Mesir, Ed. I, 1950;
- Ahmadi bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari, Dar al-Fikr al-Maktabah al-Salafiyah, tt.;
- Al-Nawawi, Syarah Muslim, tp., ttp., tt.;
- T.M. Hasbi Ash Shiddieqi, Mutiara Hadits, Bulan Bintang, Jakarta.
=== ()()() ===
MATERI HADITS
- I. KEIMANAN
- A. Hubungan Iman, Islam, Ihsan dan Hari Kiamat (LM: 5)
حَدِيْثُ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ: مَا الْإِيْمَانُ؟ قَالَ: «الْإِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَبِلِقَائِهِ وَبِرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالبَعْثِ» قَالَ: مَا الْإِسْلَامُ؟ قَالَ: «الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ وَلَا تُشرِكَ بِهِ وَتُقِيْمَ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّيَ الزَكَاةَ المـَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ» قَالَ: مَا الْإِحْسَانُ؟ قَالَ: «أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ» قَالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: «مَا المـَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ، وَسَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا؛ إِذَا وَلَدَتِ الأَمَةُ رَبَّهَا، وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ الإبِلِ البَهْمُ فِي البُنْيَانِ، فِي خَمْسٍ لَا يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ اللهُ» ثُمَّ تَلَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (إِنَّ اللهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ) الآيَة، ثُمَّ أَدْبَرَ فَقَالَ: «رُدُّوهُ» فَلَمْ يَرَوْا شَيْئاً، فَقَالَ: «هَذَا جِبْرِيْلُ جَاءَ يُعَلِّمُ النَّاسَ دِيْنَهُمْ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[1]
Ĥadīś riwayat Abū Hurairah , ia berkata; bahwa Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam pada suatu hari muncul bersama para sahabat,
lalu datanglah orang asing yang kemudian bertanya: “Apakah iman itu?”
Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam menjawab: “Iman adalah kamu beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, percaya akan bertemu dengan-Nya,
beriman kepada rasul-rasul-Nya, dan beriman kepada hari kebangkitan.”
Orang asing itu berkata: “Apakah Islam itu?” Nabi şallaLlāhu ‘alaihi
wasallam menjawab: “Islam adalah kamu beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukannya dengan suatu apapun, kamu dirikan şalat, kamu tunaikan
zakat yang diwajibkan, dan berpuasa di bulan Ramađan”. itu berkata:
“Apakah iĥsān itu?” Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kamu
beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya dan andaipun kamu tidak
melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu”. Orang itu berkata lagi: “Kapan
terjadinya hari kiamat?” Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam menjawab:
“Yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya. Tapi aku
akan terangkan tanda-tandanya; yaitu jika seorang budak telah melahirkan
tuannya, jika para penggembala unta yang berkulit hitam berlomba-lomba
membangun gedung-gedung selama lima masa, yang tidak diketahui lamanya
kecuali oleh Allah”. Kemudian Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam membaca
ayat: “Sesungguhnya hanya pada Allah pengetahuan tentang hari kiamat”
(QS. Luqman: 34). Setelah itu orang asing tersebut pergi, kemudian Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam berkata; “Coba jemput kembali orang itu ke
sini.” Tetapi para sahabat tidak melihat sesuatupun, maka Nabi bersabda;
“Dia adalah Malaikat Jibril yang datang kepada manusia untuk
mengajarkan agama mereka”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 48)
- B. Berkurangnya Iman dan Islam karena Maksiat (LM: 36)
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَزَادَ فِي رِوايَةٍ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ أَبْصارَهُمْ فِيهَا حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[2]
Ĥadīś riwayat Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata;
Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang pezina tidak akan
berzina di mana ketika sedang berzina ia dalam keimanan yang prima. Dan
seseorang tidak akan meminum khamar di mana ketika sedang minum-minum ia
dalam keimanan yang prima. Dan seorang pencuri tidak akan mencuri di
mana ketika sedang mencuri ia dalam keimanan yang prima. Dan seorang
mulia yang terpandang tidak akan merampas hak orang di mana ketika
sedang merampas ia dalam keimanan yang prima.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś
no. 2295)
- C. Rasa Malu Sebagian dari Iman (LM: 22)
حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ
أَخَاهُ فِي الْحَيَاءِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيْمَانِ». ﴿أَخْرَجَهُ
البُخَارِيّ﴾[3]
Ĥadīś riwayat Ibnu ‘Umar rađiyaLlāhu ‘anhu, bahwa
Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam berjalan melewati seorang sahabat
dari Anşār yang saat itu sedang memberi pengarahan kepada saudaranya
tentang malu. Maka Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Biarkan ia begitu, karena sesungguhnya malu adalah bagian dari iman.”
(Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 23)
- II. IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
- A. Cinta Sesama Muslim Sebagian dari Iman (AN: 4)
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ». ﴿رَوَاهُ البُخَارِيّ وَمُسْلِم
وأَحْمَد والنَّسَائِي﴾
Dari Anas rađiyaLlāhu ‘anhu tentang Nabi şallaLlāhu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda: “Tidaklah seseorang dari kalian dianggap
benar-benar beriman sampai dia mampu mencintai saudaranya sebagaimana
dia mencintai dirinya sendiri”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 12)
- B. Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain (AN: 3)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «الْمُسْلِمُ
مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ
هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ». ﴿رَوَاهُ البُخَارِيّ وأَبُو دَاوُد
وَالنَّسَائِيّ﴾
Dari ‘Abdullah ibn ‘Amru rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia berkata;
Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang muslim yang
sempurna adalah orang yang mampu membebaskan kaum muslimin lainnya dari
gangguan lidah dan tangannya sendiri. Dan seorang muhajir adalah orang
yang meninggalkan apa yang Allah larang.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no.
6003)
- C. RealisasiImanDalam Menghadapi Tamu (AN: 47)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ
ضَيْفَهُ». ﴿رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَابْنُ مَاجَه وَاللَّفْظُ
لِلْبُخَارِيّ﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah
dan hari Akhir hendaknya ia berkata yang baik-baik atau hendaknya ia
diam. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia
menyakiti tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari
Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no.
5994)
- III. IKHLAS BERAMAL
- A. Niat/Motivasi Beramal (RS: 1)
عَنْ أَمِيْرِ اْلمُؤْمِنِينَ أَبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ
الخَطَّابِ بْنِ نُفَيْلِ بْنِ عَبْدِ العُزّى بْنِ رِيَاحِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ بْنِ قُرْطِ بْنِ رَزَاحِ بْنِ عَدِي بْنِ كَعَب بْنِ لُؤَيِّ بْنِ
غَالِبٍ القُرشِيِّ العَدَوِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إنّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرُتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَاَنت هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ
امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْه».
﴿مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ﴾
Dari Amirul-Mu’minin Abū Ĥafş ‘Umar ibn al-Khaţţāb ibn
Nufail ibn ‘Abdi al-‘Uzzā ibn Riyāĥ ibn ‘Abdillāh ibn Qurţi ibn Razāĥ
ibn ‘Adiy ibn Ka’ab ibn Lu’ay ibn Ġālib al-Qurasyiy al-‘Adawiy
rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata: saya mendengar Rasulullah şallaLlāhu
‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuatu tergantung atas apa yang
telah ia niatkan. Maka barang siapa yang niat hijrahnya kepada Allah dan
Rasul-Nya, niscaya hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dan barang siapa yang niat hijrahnya karena urusan dunia yang ingin
digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka
hijrahnya hanya akan sampai kepada apa yang telah dia niatkan” (Şaĥīĥ
al-Bukhāriy ĥadīś no. 1)
- B. Menjauhi Perbuatan Riya/Syirik Kecil (BM:1512)
وَعَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ أَخْوَفَ
مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ اَلشِّرْكُ اَلْأَصْغَرُ: اَلرِّيَاءُ».
﴿أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ بِسَنَدٍ حَسَنٍ﴾
Dari Maĥmūd bin Labīd rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang
paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil: Riya`.” (Musnad
Aĥmad ibn Ĥanbal ĥadīś no. 22528)
- IV. TINGKAH LAKU TERPUJI
- A. Pentingnya Kejujuran (RS: 623)
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ البَاهِليِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَنَا
زَعِيمٌ ببَيْتٍ فِي رَبْضِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ المِرَاءَ، وَإنْ
كَانَ مُحِقّاً، وَبِبَيْتٍ في وَسَطِ الجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الكَذِبَ،
وَإنْ كَانَ مَازِحاً، وَبِبَيْتٍ في أعلَى الجَنَّةِ لِمَنْ حَسُنَ
خُلُقُهُ». ﴿رَوَاهُ أَبُو دَاوُد بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ﴾
Dari Abū Umāmah al-Bāhiliy, ia berkata, “Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku akan menjamin suatu rumah di
tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar.
Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan
kedustaan meskipun di saat bergurau, Dan aku juga menjamin rumah di
surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (Sunan Abū
Dāud ĥadīś no. 4167)
- B. Kejujuran Membawa Kebajikan (LM: 1675)
حَدِيثُ عَبْدِ الله بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِنَّ الصِّدْقَ
يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وإِنَّ
الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا. وَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي
إِلَى الفُجُورِ، وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ
الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ الله كَذَّابًا». ﴿أَخْرَجَهُ
البُخَارِيّ﴾
Ĥadīś riwayat ‘Abdullah ibn Mas’ud rađiyaLlāhu ‘anhu
tentang Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya
kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan
membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku
jujur, ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya
kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya
kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang
yang selalu berdusta, ia akan dicatat sebagai seorang pendusta.” (Şaĥīĥ
al-Bukhāriy ĥadīś no. 5629)
- C. Orang Yang Jujur Dapat Pertolongan Allah (AN: 19)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ أَخَذَ
أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ
أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ». ﴿رَوَاهُ البُخَارِيّ
وَابْنُ مَاجَه وَغَيْرُهُمَا﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu dari Nabi şallaLlāhu
‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mengambil harta manusia
(berhutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah akan
membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan
maksud merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak orang itu”.
(Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2212)
- V. DOSA-DOSA BESAR
- A. Menyekutukan Tuhan (LM: 55)
حَدِيثُ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سُئِلَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكَبَائِرِ، قَالَ:
«الإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَعُقُوقُ الْوالِدَيْنِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ،
وَشَهادَةُ الزّورِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[4]
Ĥadīś riwayat Anas rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam ditanya tentang kaba’ir (dosa-dosa besar).
Maka Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua
orangtua, membunuh orang dan bersumpah palsu” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś
no. 2459)
- B. Tujuh Macam Dosa Besar (LM: 56)
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَما هُنَّ؟ قَالَ:
«الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللهُ
إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ،
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِناتِ
الْغافِلَاتِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[5]
Ĥadīś riwayat Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu dari Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jauhilah tujuh perkara
yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah
itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak
yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min
yang suci berbuat zina”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2560)
- VI. ETOS KERJA
- A. Pekerjaan Yang Paling Baik (BM: 800)
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ
اَلنَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: أَيُّ اَلْكَسْبِ
أَطْيَبُ؟ قَالَ: «عَمَلُ اَلرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ».
﴿رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ، وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ﴾
Dari Rifah bin Rafi’ rađiyaLlāhu ‘anhu bahwa Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam pernah ditanya: Mata pencaharian apakah yang
paling baik? Beliau bersabda: “Hasil pekerjaan seseorang dari tangannya
sendiri dan setiap jual-beli yang bersih (mabrur)”. (Musnad Aĥmad ibn
Ĥanbal ĥadīś no. 16628)
- B. Larangan Meminta-Minta (LM: 612, 613, 618)
- حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ، وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، وَذَكَرَ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وَالْمَسْئَلَةَ: «الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى، فَالْيَدُ الْعُلْيَا هِيَ الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى هِيَ السَّائِلَةُ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[6]
Ĥadīś riwayat Ibnu ‘Umar rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia
mengabarkan bahwa Rasulullah ŞallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda
ketika berada di atas mimbar, di antaranya Beliau menyebut tentang
shadaqah, menjaga kesucian diri, dan meminta-minta: “tangan yang di atas
lebih baik dari pada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah
yang memberi (mengeluarkan infaq) sedangkan tangan yang di bawah adalah
yang meminta”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 1339)
- حَدِيثُ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[7]
Ĥadīś riwayat Ĥakīm bin Ĥizām rađiyaLlāhu ‘anhu tentang
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tangan yang di atas
lebih baik dari pada tangan yang di bawah, maka mulailah bersedekah
kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu dan sedekah yang paling
baik adalah sedekah yang berasal dari orang yang sudah cukup (untuk
kebutuhan dirinya). Maka barangsiapa yang berusaha memelihara dirinya,
Allah akan memeliharanya dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan
dirinya maka Allah akan mencukupkannya”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no.
1338)
- حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[8]
Ĥadīś riwayat Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata;
Rasulullah ŞallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh, seorang dari
kalian yang memanggul kayu bakar dan dibawa dengan punggungnya lebih
baik baginya daripada dia meminta kepada orang lain, baik orang lain itu
memberinya atau menolaknya”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 1932)
- C. Mukmin Yang Kuat Dapat Pujian (AN: 88)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْمُؤْمِنُ
الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ
كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ
فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ». ﴿أَخْرَجَهُ مُسْلِم﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata:
“Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang mukmin yang
kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
daripada orang mukmin yang lemah. Pada masing-masing memang terdapat
kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu,
mohonlah pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan janganlah kamu
menjadi orang yang lemah. Apabila kamu tertimpa suatu kemalangan, maka
janganlah kamu mengatakan; ‘Seandainya tadi saya berbuat begini dan
begitu, niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu’. Tetapi
katakanlah; ‘Ini sudah takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti
akan dilaksanakan-Nya. Karena sesungguhnya ungkapan kata ‘law’
(seandainya) akan membukakan jalan bagi godaan syetan.’” (Şaĥīĥ Muslim
ĥadīś no. 4816)
- VII. TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN
- A. Setiap Muslim Adalah Pemimpin (LM: 1199)
حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّكُمْ رَاعٍ
فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ
وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ
وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ
بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ
عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكمْ رَاعٍ
وَكُلُّكمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[9]
Ĥadīś riwayat Ibnu ‘Umar rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia
mengabarkan bahwa Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai
pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Seorang pemimpin orang banyak
adalah pemimpin, dan dia akan diminta pertanggung jawaban atas
rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan dia akan dimintai
pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di
dalam urusan rumah tangga suaminya, dan dia akan dimintai pertanggung
jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah
pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan dia akan dimintai pertanggung
jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut. Ingatlah, setiap kalian
adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban
atas yang dipimpinnya.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 844)
- B. Pemimpin Adalah Pelayan Masyarakat (LM: 1200)
حَدِيثُ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ عَنِ الْحَسَنِ، أَنَّ
عُبَيْدَ اللهِ بْنَ زِيَادٍ عَادَ مَعْقِلَ بْنَ يَسَارٍ فِي مَرَضِهِ
الَّذِي مَاتَ فِيهِ، فَقَالَ لَهُ مَعْقِلٌ: إِنِّي مُحَدِّثُكَ حَدِيثًا
سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَا مِنْ عَبْدٍ
اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَةً فَلَمْ يَحُطْهَا بِنَصِيحَةٍ إِلاَّ لَمْ
يَجِدْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[10]
Ĥadīś riwayat Ma’qil bin Yasār dari al-Ĥasan, ia
mengabarkan bahwa ‘Abdullah bin Ziyād telah mengunjungi Ma’qil bin Yasār
ketika sakitnya yang menjadikan kematiannya, lantas Ma’qil mengatakan
kepadanya; ‘”Saya sampaikan ĥadīś kepadamu yang aku dengar dari
Rasulullah ŞallaLlāhu ‘alaihi wasallam , aku mendengar Nabi şallaLlāhu
‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang Allah beri
amanat untuk memimpin suatu rakyat, lalu dia tidak menindaklanjutinya
dengan baik, melainkan ia tak akan dapat mencium bau surga.” (Şaĥīĥ
al-Bukhāriy ĥadīś no. 6617)
- C. Batas Ketaatan Kepada Pemimpin (LM: 1205, 1206)
- حَدِيثُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ؛ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[11]
Ĥadīś riwayat Ibnu ‘Umar rađiyaLlāhu ‘anhuma tentang Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mendengar dan taat kepada
pemimpin muslim adalah kewajiban baik dalah hal yang ia sukai atau ia
benci, selama ia tidak diperintah untuk berbuat maksiat. Apabila
diperintah berbuat maksiat maka tidak ada (kewajiban) untuk mendengar
dan taat”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2735)
- حَدِيثُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يُطِيعُوهُ فَغَضِبَ عَلَيْهِمْ، وَقَالَ: أَلَيْسَ قَدْ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُطِيعُونِي قَالُوا: بَلَى، قَالَ: عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ لَمَا جَمَعْتُمْ حَطَبًا وَأَوْقَدْتُمْ نَارًا ثُمَّ دَخَلْتُمْ فِيهَا فَجَمَعُوا حَطَبًا، فَأَوْقَدُوا فَلَمَّا هَمُّوا بِالدُّخُولِ، فَقَامَ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ، قَالَ بَعْضُهُمْ: إِنَّمَا تَبِعْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِرَارًا مِنَ النَّارِ، أَفَنَدْخُلُهَا فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ خَمَدَتِ النَّارُ، وَسَكَنَ غَضَبُهُ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «لَوْ دَخَلُوهَا مَا خَرَجُوا مِنْهَا أَبَدًا، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوف». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[12]
Ĥadīś riwayat ‘Aliy rađiyaLlāhu ‘anhu, ia mengatakan, Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam mengutus sebuah ekspedisi dan mengangkat
sahabat Anşār sebagai pemimpin mereka, dan beliau memerintahkan mereka
untuk menaatinya. Suayu ketika pemimpin Anşār marah itu marah kepada
mereka sambil berkata; “Bukankah Rasulullah ŞallaLlāhu ‘alaihi wasallam
telah memerintahkan kalian untuk mentaatiku?” “Ya,” jawab mereka.
Pemimpin itu pun berkata: “Karena itu, aku ingin sekali jika kalian
mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api, kemudian kalian masuk ke
dalamnya.” Mereka pun mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api.
Tatkala mereka ingin memasukinya, satu sama lain saling memandang.
Sebagian mengatakan; ‘bukankah kita ikut Nabi şallaLlāhu ‘alaihi
wasallam untuk menjauhkan diri dari api, apakah (sekarang) kita ingin
memasukinya? ‘ Tatkala mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba api
padam dan kemarahannya mereda. Maka hal ini disampaikan kepada Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam lantas Nabi mengatakan; “Kalau mereka
memasukinya, niscaya mereka tidak bisa keluar dari api tersebut
selama-lamanya”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 6612)
- VIII. LARANGAN KORUPSI DAN KOLUSI
- A. Larangan Menyuap (BM: 1424)
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: لَعَنَ
رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَلرَّاشِيَ
وَالْمُرْتَشِيَ فِي اَلْحُكْمِ. ﴿رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ، وَحَسَّنَهُ
اَلتِّرْمِذِيّ، وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam melaknati penyuap dan yang disuap dalam
masalah hukum. (Sunan At-Tirmiżiy ĥadīś no. 1256)
- B. Larangan Pejabat Menerima Hadiah (LM: 1202)
حَدِيثُ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَعْمَلَ عَامِلاً، فَجَاءَهُ
الْعَامِلُ حِينَ فَرَغَ مِنْ عَمَلِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ هذَا
لَكُمْ، وَهذَا أُهْدِيَ لِي فَقَالَ لَهُ: «أَفَلاَ قَعَدْتَ فِي بَيْتِ
أَبيكَ وَأُمِّكَ فَنَظَرْتَ أَيُهْدَى لَكَ أَمْ لاَ؟» ثُمَّ قَامَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشِيَّةً، بَعْدَ
الصَّلاَةِ، فَتَشَهَّدَ وَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ
قَالَ: «أَمَّا بَعْدُ، فَمَا بَالُ الْعَامِلِ نَسْتَعْمِلُهُ
فَيَأْتِينَا فَيَقُولُ هذَا مِنْ عَمَلِكمْ، وَهذَا أُهْدِيَ لِي، أَفَلاَ
قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَنَظَرَ هَلْ يُهْدَى لَهُ أَمْ
لاَ؟ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَغُلُّ أَحَدُكُمْ
مِنْهَا شَيْئًا إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى
عُنُقِهِ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ، وَإِنْ كَانَتْ
بَقَرَةً جَاءَ بِهَا لَهَا خوَارٌ، وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا
تَيْعَرُ، فَقَدْ بَلَّغْتُ»، فَقَالَ أَبُو حُمَيْدٍ: ثُمَّ رَفَعَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ حَتَّى إِنَّا
لَنَنْظُرُ إِلَى عُفْرَةِ إِبْطَيْهِ. ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[13]
Ĥadīś riwayat Abu Ĥumaid As-Sa’idi bahwasanya ia
mengabarkan bahwa Rasulullah ŞallaLlāhu ‘alaihi wasallam mempekerjakan
karyawan zakat (‘amil). Setelah selesai dari kerjanya, ‘amil tadi
mendatangi Nabi dan berujar; ‘Wahai Rasulullah, ini untukmu dan ini
dihadiahkan untukku’. Lantas Nabi bersabda: “tidakkah kamu duduk-duduk
saja di rumah ayahmu atau ibumu kemudian kamu cermati, apakah kamu
memperoleh hadiah ataukah tidak?” Kemudian Rasulullah ŞallaLlāhu ‘alaihi
wasallam berdiri diwaktu sore setelah berdoa, bersyahadat, dan memuji
Allah dengan puji-pujian yang semestinya bagi-Nya, kemudian beliau
memulai: “Amma ba’du. Ada apa gerangan dengan ‘amil zakat yang kami
pekerjakan, dia mendatangi kami dan berujar; ‘Ini dari hasil pekerjaan
kalian dan ini hadiah untukku, tidakkah ia duduk-duduk saja di rumah
ayahnya atu ibunya lantas ia cermati, apakah ia memperoleh hadiah
ataukah tidak? Demi dzat yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, tidaklah
salah seorang diantara kalian mengambil harta tanpa haknya, selain pada
hari kiamat nanti harta itu ia pikul diatas tengkuknya, dan jika unta,
ia akan memikulnya dan mengeluarkan suara unta, dan jika sapi, maka sapi
itu dipikulnya dan melenguh, dan jika harta yang ia ambil berupa
kambing, maka kambing itu akan mengembik. Sungguh telah kusampaikan.”
Kata Abu Humaid; ‘kemudian Rasulullah ŞallaLlāhu ‘alaihi wasallam
mengangkat tangannya hingga kami melihat warna putih ketiaknya. (Şaĥīĥ
al-Bukhāriy ĥadīś no. 6145)
- IX. LARANGAN MENIMBUN DAN MEMONOPOLI
- A. Larangan Terhadap Tengkulak (BM: 827)
عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «لَا تَلَقَّوْا اَلرُّكْبَانَ، وَلَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ»
قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: مَا قَوْلُهُ: «وَلَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ»؟
قَالَ: لَا يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا. ﴿مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ
لِلْبُخَارِيِّ﴾
Dari Ţāwus dari tentang Ibnu ‘Abbas rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia
berkata: Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah
kalian songsong (cegat) kafilah dagang (sebelum mereka sampai di pasar)
dan janganlah orang kota menjual kepada orang desa”. Aku bertanya kepada
Ibnu ‘Abbas rađiyaLlāhu ‘anhuma: “Apa arti sabda Beliau; “dan janganlah
orang kota menjual untuk orang desa”. Dia menjawab: “Janganlah
seseorang jadi perantara (broker, calo) bagi orang kota”. (Şaĥīĥ
al-Bukhāriy ĥadīś no. 2013)
- B. Larangan Menimbun Barang Pokok (BM: 833)
عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ،
عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَا
يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ». ﴿رَوَاهُ مُسْلِم﴾
Dari Ma’mar bin Abdullah rađiyaLlāhu ‘anhu tentang
Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidaklah orang
yang menimbun barang, melainkan ia berdosa karenanya.” (Şaĥīĥ Muslim
ĥadīś no. 3013)
- X. TINGKAH LAKU TERCELA
- A. Buruk Sangka (LM: 1660)
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ
الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ،
فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ. وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ
تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَنَاجَشُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَبَاغُضُوا،
وَلاَ تَدَابَرُوا. وَكُونوا عِبَادَ الله إِخْوَانًا». ﴿أَخْرَجَهُ
البُخَارِيّ﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, tentang Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jauhilah berprasangka
buruk, karena berprasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta,
janganlah kalian saling mencari-cari kesalahan, janganlah suka
memata-matai, jangan saling menjerumuskan, jangan saling dengki, serta
saling membenci, tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 5604)
- B. Ghibah dan Buhtan (RS: 1520)
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أنَّ رَسُولَ الله
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : «أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟»
قالوا : اللهُ وَرَسُولُهُ أعْلَمُ، قَالَ : «ذِكْرُكَ أخَاكَ بِما
يَكْرَهُ» قِيلَ : أفَرَأيْتَ إنْ كَانَ في أخِي مَا أقُولُ؟ قَالَ : «إِنْ
كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ، فَقَد اغْتَبْتَهُ، وإنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا
تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ». ﴿رَوَاهُ مُسْلِم﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia mengabarkan bahwa
Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam pernah bertanya: “Tahukah kamu,
apakah ġībah itu?” Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih
tahu.’ Kemudian Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “ġībah
adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia
sukai.”’ Seseorang bertanya; ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau
apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya
ucapkan? ‘ Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam berkata: ”Apabila
benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah
menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya,
maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.” (Şaĥīĥ
Muslim ĥadīś no. 4690)
- C. Larang Berbuat Boros (Konsumtif) (RS: 340, 1778)
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إنَّ اللهَ تَعَالَى
يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثاً، ويَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثاً : فَيَرْضَى لَكُمْ
أنْ تَعْبُدُوهُ، وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيئاً، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُوا، وَيَكْرَهُ لَكُمْ: قِيلَ
وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وإضَاعَةَ المـَالِ». ﴿رَوَاهُ مُسْلِم﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, dia berkata:
Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah
menyukai bagimu tiga perkara dan membenci tiga perkara; Dia menyukai
kalian supaya beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun, kalian berpegang teguh dengan agama-Nya dan tidak
berpecah belah. Dan Allah membenci kalian dari mengatakan sesuatu yang
tidak jelas sumbernya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.” (Şaĥīĥ
Muslim ĥadīś no. 3236)
- XI. PERSAUDARAAAN
- A. Persaudaraan Muslim (LM: 1671)
حَدِيثُ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِير. قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله
صلى الله عليه وسلم: «تَرَى المُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ،
وَتَوادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، كَمَثَلِ الْجَسَدِ. إِذَا اشْتَكَى
عضْوًا، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ والحُمَّى».
﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Ĥadīś riwayat An-Nu’mān bin Basyīr, ia berkata; Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kamu akan melihat orang-orang
mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan
satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka
seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan
sakitnya).” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 5552)
- B. Memelihara Silaturrahim (LM: 1657)
حَدِيثُ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ، أَو يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ،
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Dari Anas bin Malik rađiyaLlāhu ‘anhu berkata: Aku
mendengar Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang
ingin diluaskan rezekinya atau meninggalkan nama sebagai orang baik
setelah kematiannya hendaklah dia menyambung silaturrahim”. (Şaĥīĥ
al-Bukhāriy ĥadīś no. 1925)
- C. Larangan Memutuskan Silaturrahim (LM: 1659)
حَدِيثُ أَبِي أَيُّوبَ الأَنْصَارِيِّ، أَنَّ رَسُولَ الله
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لاَ يَحِل لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ
أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ. يَلْتَقِيَانِ، فَيُعْرِضُ هاذَا،
وَيُعْرِضُ هاذَا. وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ».
﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾
Dari Abu Ayyub Al-Anşāriy bahwa Rasulullah şallaLlāhu
‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan
saudaranya melebihi tiga malam, (jika bertemu) yang ini berpaling dan
yang ini juga berpaling, dan sebaik-baik dari keduanya adalah yang
memulai mengucapkan salam.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 5613)
- XII. TATA PERGAULAN
- A. Larangan Berduaan Tanpa Mahram (BM: 735)
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، سَمِعْتُ
رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ: «لَا
يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِاِمْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ, وَلَا
تُسَافِرُ اَلْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ» فَقَامَ رَجُلٌ،
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ، إِنَّ اِمْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً،
وَإِنِّي اِكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا، قَالَ: «اِنْطَلِقْ،
فَحُجَّ مَعَ اِمْرَأَتِكَ». ﴿مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ﴾
Ibnu Abbas ‘anhu, ia berkata: Saya mendengar Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam berkhutbah seraya bersabda: “Janganlah
sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali
wanita itu disertai mahramnya. Dan seorang wanita juga tidak boleh
bepergian sendirian, kecuali ditemani oleh mahramnya.” Tiba-tiba
berdirilah seorang laki-laki dan bertanya, “Ya, Rasulullah, sesungguhnya
isteriku hendak menunaikan ibadah haji, sedangkan aku telah ditugaskan
pergi berperang ke sana dan ke situ; bagaimana ini?” Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam pun menjawab: “Tunaikanlah ibadah haji
bersama isterimu.” (Şaĥīĥ Muslim ĥadīś no. 2391)
- B. Sopan Santun dan Duduk di Jalan (AN: 29)
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِيَّاكُمْ
وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ» فَقَالوا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ
مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ: «فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ
الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا» قَالُوا: وَمَا حَقُّ
الطَّرِيقِ؟ قَالَ: «غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الأَذَى، وَرَدُّ
السَّلاَمِ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ، وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ». ﴿
رَوَاهُ البُخَارِيّ ومُسْلِم وأَبُو دَاوُد ﴾[14]
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy rađiyaLlāhu ‘anhuma tentang Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian
duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya: “Itu kebiasaan kami yang
sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami
bercengkrama”. Beliau bersabda: “Jika kalian tidak mau meninggalkan
majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka
bertanya: “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab: “Menundukkan pandangan,
menyingkirkan halangan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahiy munkar”.
(Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2285)
- C. Menyebarluaskan Salam (BM: 1559)
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ سَلَّامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا
أَيُّهَا اَلنَّاسُ! أَفْشُوا اَلسَّلَامَ، وَصِلُوا اَلْأَرْحَامَ،
وَأَطْعِمُوا اَلطَّعَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ،
تَدْخُلُوا اَلْجَنَّةَ بِسَلَامٍ». ﴿أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيّ
وَصَحَّحَهُ﴾
Dari Abdullah bin Salam ‘anhu, ia berkata: Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai sekalian manusia,
sebarkanlah salam, berikanlah makanan dan laksanakanlah şalat pada saat
manusia tertidur niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (Sunan
At-Tirmiżiy ĥadīś no. 2409)
- XIII. AJAKAN KEPADA KEBAIKAN
- A. Ajakan Kepada Yang Makruf dan Menjauhi Yang Munkar (RS: xxx)
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ
لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ
تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ». ﴿أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيّ
وَقالَ: حَدِيثٌ حَسَنٌ﴾[15]
Dari Ĥużaifah bin Al Yamān tentang Nabi şallaLlāhu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya,
hendaknya kalian beramar ma’ruf dan nahi munkar atau jika tidak niscaya
Allah akan mengirimkan siksa-Nya dari sisi-Nya kepada kalian, kemudian
kalian memohon kepada-Nya namun do’a kalian tidak lagi dikabulkan.”
(Sunan At-Tirmiżiy ĥadīś no. 2095)
- B. Keutamaan Mengajak Kepada Kebaikan (AN: 84)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ دَعَا إِلَى
هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ يَتَّبِعُهُ لَا
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ
كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ يَتَّبِعُهُ لَا
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا». ﴿أَخْرَجَهُ مُسْلِم وَمَالِك
وأَبُو دَاوُد اَلتِّرْمِذِيّ﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam telah bersabda: “Barang siapa mengajak
kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang
diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia
akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (Şaĥīĥ Muslim ĥadīś no. 4831)
- XIV. KEPEDULIAN SOSIAL
- A. Memperhatikan Kesulitan Orang Lain (BM: 1493)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ نَفَّسَ عَنْ
مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ اَلدُّنْيَا، نَفَّسَ اَللَّهُ عَنْهُ
كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اَلْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اَللَّهُ عَلَيْهِ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ،
وَاَللَّهُ فِي عَوْنِ اَلْعَبْدِ مَا كَانَ اَلْعَبْدُ فِي عَوْنِ
أَخِيهِ». ﴿أَخْرَجَهُ مُسْلِم﴾
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam telah bersabda: ‘Barang siapa membebaskan
seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan
membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barang siapa
memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, maka Allah
akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi
aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat.
Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong
saudaranya sesama muslim. (Şaĥīĥ Muslim ĥadīś no. 4867)
- B. Meringankan Penderitaan dan Beban Orang Lain (AN: 23)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أنَّ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ ، لاَ
يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ . مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أخِيهِ، كَانَ
اللهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ
اللهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَومِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ
مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ يَومَ القِيَامَةِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ
وَمُسْلِم وأَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيّ وَالتِّرْمِذِيّ﴾
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar rađiyaLlāhu ‘anhuma, ia
mengabarkan bahwa Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak
menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang
membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya.
Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah
menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari
qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan
menutup aibnya pada hari qiyamat”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2262)
- XV. PEDULI LINGKUNGAN
- A. Larangan Menelantarkan Lahan (LM: 993, 994, 1009)
- حَدِيثُ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُولُ أَرَضِينَ، فَقَالُوا: نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَو لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[16]
Dari Jabir ibn ‘AbdiLlah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Di
antara kami ada orang-orang yang memiliki banyak lahan tanah. Mereka
berkata: “Kami akan sewakan tanah-tanah tersebut dengan sepertiga,
seperempat atau setengah bagi hasil”. Maka Nabi şallaLlāhu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Barang siapa yang memiliki lahan hendaklah dia
menanaminya atau menyerahkannya kepada saudaranya untuk digarap. Jika
dia tidak mau, hendaklah dia biarkan tanahnya [tanpa dipersewakan]“.
(Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2439)
- حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَو لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[17]
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang memiliki lahan tanah
hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau serahkanlah ia kepada
saudaranya (untuk digarap). Jika enggan maka hendaklah dia biarkan
tanahnya [jangan dipersewakan]“. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2172)
- حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لاَ يُمْنَعُ فَضْلُ الْمَاءِ لِيُمْنَعَ بِهِ الْكَلأُ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[18]
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu bahwa Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kelebihan air itu
ditahan untuk tujuan menghambat pertumbuhan tanaman.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy
ĥadīś no. 2182)
- B. Penanaman Pohon Langkah Terpuji (LM: 1001)
حَدِيثُ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ
غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ
أَوْ بَهِيمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ». ﴿أَخْرَجَهُ
البُخَارِيّ﴾[19]
Dari Anas bin Malik rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata;
Rasulullah şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang
muslim pun yang bercocok tanam atau menanam satu tanaman lalu tanaman
itu dimakan oleh burung atau menusia atau hewan melainkan itu menjadi
sedekah baginya”. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2152)
- C. Larangan Kencing di Air Tergenang (BM: 6)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا يَبُولَنَّ
أَحَدُكُمْ فِي اَلْمَاءِ اَلدَّائِمِ اَلَّذِي لَا يَجْرِي، ثُمَّ
يَغْتَسِلُ فِيهِ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[20]
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jangan sekali-kali di antara
kalian kencing pada air yang tidak mengalir, lalu mandi darinya.” (Şaĥīĥ
al-Bukhāriy ĥadīś no. 232)
- XVI. PENELITIAN RASULULLAH TERHADAP SYAIR
- A. Syair yang Diperkenankan (LM: 1454)
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَصْدَقُ كَلِمَةٍ قَالَهَا
الشَّاعِر، كَلِمَةُ لَبِيدٍ أَلاَ كُلُّ شَيْءٍ مَا خَلاَ اللهَ بَاطِلُ
وَكَادَ أُمَيَّةُ بْنُ أَبِي الصَّلْتِ أَنْ يُسْلِمَ». ﴿أَخْرَجَهُ
البُخَارِيّ﴾[21]
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Nabi
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kalimat yang paling benar yang
dikatakan oleh seorang penyair adalah kalimat yang diucapkan oleh Labid:
“Ingatlah. segala sesuatu selain Allah adalah batil”. Dan Umayyah bin
Abī aş-Şalt [karena syair-syairnya yang berisi tentang iman] nyaris
masuk Islam. (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 3553)
- B. Syair yang Dilarang (LM: 1455).
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَأَنْ يَمْتَلِىءَ جَوفُ
رَجُلٍ قَيْحًا يَرِيهِ، خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمْتَلِىءَ شِعْرًا».
﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ﴾[22]
Dari Abū Hurairah rađiyaLlāhu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah
şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Niscaya rongga perut seseorang
yang penuh terisi nanah busuk masih lebih baik daripada penuh terisi
bait-bait sya’ir.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 5689)
=== ()()() ===
[1] صحيح البُخَارِيّ في: 2 كتاب الإيمان: 37 باب سؤال جبريل النبي صلى الله عليه وسلم عن الإيمان والإسلام
[2] صحيح البُخَارِيّ في: 74 كتاب الأشربة: 1 باب قول الله تعالى: (إنما الخمر والميسر)
[3] صحيح البُخَارِيّ في: 2 كتاب الإيمان: 16 باب الحياء من الإيمان
[4] صحيح البُخَارِيّ في: 52 كتاب الشهادات: 10 باب ما قيل في شهادة الزور
[5] صحيح البُخَارِيّ في: 55 كتاب الوصايا: 23 باب قول الله تعالى: (إن الذين يأكلون أموال اليتامى ظلمًا)
[6] صحيح البُخَارِيّ في: 24 كتاب الزكاة: 18 لا صدقة إلا عن ظهر غني
[7] صحيح البُخَارِيّ في: 24 كتاب الزكاة: 18 باب لا صدقة إلا عن ظهر غنى
[8] صحيح البُخَارِيّ في: 34 كتاب البيوع: 15 باب كسب الرجل وعمله بيده
[9] صحيح البُخَارِيّ في: 49 كتاب العتق: 17 باب كراهية التطاول على الرقيق
[10] صحيح البُخَارِيّ في: 93 كتاب الأحكام: 8 باب من استُرعِى رعية فلم ينصح
[11] صحيح البُخَارِيّ في: 93 كتاب الأحكام: 4 باب السمع والطاعة للإمام ما لم تكن معصية
[12] صحيح البُخَارِيّ في: 93 كتاب الأحكام: 4 باب السمع والطاعة للإمام ما لم تكن معصية
[13] صحيح البُخَارِيّ في: 83 كتاب الأيمان والنذور: 3 باب كيف كانت يمين النبي صلى الله عليه وسلم
[14] اللؤلؤ والممرجان فيما اتفق عليه الشيخان: 1347: صحيح البُخَارِيّ في: 46 كتاب المظالم: 22 باب أفنية الدور والجلوس فيها
[15]رياض الصالحين في 23: باب في الأمر بالمعروف والنهي عن المنك:10 – سنن الترمذي (رقم: 2169)
[16] صحيح البُخَارِيّ في: 51 كتاب الهبة: 35 باب فضل المنيحة
[17] صحيح البُخَارِيّ في: 41 كتاب المزارعة: 18 باب ما كان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يواسي بعضهم بعضًا في الزراعة والثمرة
[18] صحيح البُخَارِيّ في: 41 كتاب المزارعة: 1 باب فضل الزرع والغرس إذا أُكِل منه
[19] صحيح البُخَارِيّ في: 41 كتاب المزارعة: 1 باب فضل الزرع والغرس إذا أُكِل منه
[20] صحيح البُخَارِيّ البخاري في: 78 كتاب الأدب: 35 باب الرفق في الأمر كله
[21] صحيح البُخَارِيّ في: 78 كتاب الأدب: 90 باب ما يجوز من الشعر والرجز والحداء وما يكره منه
[22] صحيح البُخَارِيّ في: 78 كتاب الأدب: 92 باب ما يكره أن يكون الغالب على الإنسان الشعر حتى يصده عن ذكر الله والعلم والقرآن
Komentar
Posting Komentar